“TOMPELITA”
Oleh : Merry Wulan
Septiani
Lita
memandangi dirinya berkali-kali di depan cermin. Keningnya yang mengernyit serta wajahnya yang setengah ditekuk
menandakan bahwa dirinya sedang kesal.
“TOMPELITA!”
Lita paling tidak suka
dengan nama itu. Nama yang diberikan Ricky sebagai bahan candaan bersama dengan
teman-temannya. Yah, walau hanya Ricky sendiri yang memanggilnya dengan nama
seperti itu, tetap saja Lita merasa risih dibuatnya.
Sebenarnya cewek itu tidak menyesal kalau memiliki tompel. Hanya saja letak tompel itu tepat di hidung Lita.
“Pokoknya gue
harus hilangin tompel ini. Sekalipun harus operasi. Titik!”
ooOoo
Di kantin SMP Pratama,
“Minggir, minggir, minggir.” Teriak seorang cowok dengan nyaring. “Kasih
jalan buat si Tompelita!”
Lita dan Rika menoleh.
“ARRRGGHHH!” Lita mendengus kesal.
“Ricky, kenapa sih lo itu selalu aja cari
gara-gara sama Lita? Memangnya lo enggak malu apa teriak-teriak di kantin?” gertak Rika, sahabat Lita mulai dari SD.
“Aduh Rika, kok jadi loe yang marah sih. Gue kan enggak
ledekin lo kaleeee!” jawab Ricky.
“Dengar ya, Ricky. Seharusnya lo itu
ngaca. Belajar deh untuk enggak menyakiti hati orang, terutama sahabat gue, Lita.”
“Kok jadi lo yang ikut campur gitu.
Gue enggak ada urusannya ya sama lo.
Jangan cari ribut deh sama gue!”
“Cari ribut? Yang pertama cari ribut
itu siapa? Gue atau loe?”
Perdebatan sengit antara Rika dan
Ricky pun semakin menjadi-jadi.
“STOP,
STOP, STOP!”
Lita menghampiri sahabatnya, Rika. “Ayo, Rika, kita pergi!”
cetus Lita menghentikan perdebatan tersebut.
“Enggak usah diperdulikan cowok kurang kerjaan kayak dia. Buang-buang waktu aja!”
Ricky
mengepalkan kedua tangannya. Rahangnya mengeras. Kata-kata telah membuatnya
geram.
Lita dan Rika berjalan melewati
Ricky dan teman-temannya dan
memutuskan untuk pergi.
ooOoo
Lita merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia benar-benar
kesal pada tingkah laku Ricky siang tadi.
“Lihat aja nanti, Ricky. Kamu akan menyesal kalau selama ini selalu meledek aku terus!”
Lita meraih hpnya yang berdering
sejak tadi.
“HAAH! Lima panggilan tidak
terjawab dari Mama.”
Lita langsung menelepon kembali Mamanya.
“Ternyata ada tetangga baru. Pantas aja Mama dan
teman-temannya langsung silahturahmi ke rumah itu!”
ooOoo
Hari Sabtu adalah hari yang
menyenangkan buat semua orang, khusunya Lita, Rika dan Chera. Pasalnya, pada
hari tersebut mereka sudah menyiapkan rencana untuk refreshing ke Curug
Cilember – Bogor.
Suara
ketukan pintu kamar Lita membuatnya terhenti sejenak.
“Nak,
boleh Mama masuk?”
“Boleh, Mam,” jawab Lita. “Pintu enggak dikunci kok, Mam!”
Seorang
wanita setengah baya itu membuka pintu dan menghampiri anaknya yang sedang sibuk memasukan pakaian ke dalam tas.
Kening
wajah Mama mengernyit. “Kamu mau ke mana, Nak?”
Lita
yang melihat respon mamanya hanya bisa menepuk jidatnya. “Aduh, Mama, masa lupa sih?
Lita udah ijin ke Mama seminggu
yang lalu kalau lusa Lita sama Rika dan Chera mau ke Bogor, Mam. Curug
Cilember!”
“Oia, Mama lupa,” jawab Mama dengan senyum yang merekah di wajahnya.
“
Nak, malam ini temanin Mama ya ke rumah Tante Riska.
Tetangga baru kita. Beliau mengajak kita untuk makan malam di rumahnya,” pinta
Mama.
Lita cengak-cenguk.
“Ayolah, Nak. Mama pastikan kamu tidak akan menyesal
nanti!”
“Hmmm.., oke deh, Mam!” Lita mengangguk.
ooOoo
“Ruangannya
tidak terlalu besar, tapi Tante
Riska terlihat ahli dalam mendesain menata setiap isi ruangan tamu itu, sehingga terlihat
luas dan elegant,” pikir Lita.
Lita berdecak
penuh kekaguman memandang
dan mengelilingi ruangan itu. Ruangan yang dipenuhi
dengan berbagai jenis lukisan.
Makan
malam di rumah Tante Riska berjalan lancar. Walaupun anak dan suaminya tidak ikut dalam acara tersebut.
Lita teringat akan pembicaraan tadi di meja makan, kalau anaknya saat ini sedang ada
keperluan dengan teman-temannya dan suaminya sedang dinas ke Papua karena
jabatannya sebagai Manager di sebuah perusahaan kontraktor ternama di Jakarta.
Terdengar suara ketukan pintu. Tante
Riska beranjak dari tempat duduknya dan membukakan pintu.
Lita tersentak kaget, tidak percaya melihat
orang yang datang itu adalah orang yang sudah dikenalnya.
“Ibu
Ira, ini anak tunggal saya, Ricky. Perkenalkan dirimu, Nak,” ucap wanita setengah baya itu.
“Malam, Tante Ira. Senang bertemu dengan
anda!” Ricky tersenyum dan menjabat
tangan Tante Ira yang adalah Mama Lita.
“Nah, kalau ini anak Tante Ira. Namanya Lita.”
Lita dan Ricky saling bertatapan. Bersalaman dengan cuek dan acuh. Tante Riska dan
Mamanya tersenyum melihat tingkah laku kedua remaja tersebut.
Sesampainya di rumah, Lita
menuju kamarnya dan mengunci pintu tersebut. Ia langsung merebahkan dirinya di atas
kasur. Lita tidak habis pikir, ternyata orang yang selalu mengejeknya di kelas itu
adalah tetangga barunya. Ditambah lagi Ricky ternyata anak yang berprestasi,,
terbukti dari piagam dan piala yang terpajang di ruang tamunya. Apalagi ia
mempunyai Ibu yang begitu ramah dan baik hati. Tapi kenapa Ricky bersikap
begitu kepada dirinya?” Pertanyaan itu membuatnya harus berpikir dua kali untuk
menemukan sebuah jawaban hingga membuatnya tertidur pulas.
ooOoo
“Enggak mau. Pokoknya Mama harus
ijinin Lita untuk operasi tompel ini,
Mam! Mama enggak tahu kan betapa malunya Lita selalu
diejek sama teman-teman satu kelas gara-gara tompel ini,” rengek Lita.
“Satu
kelas?” tanya Mama tidak percaya. “ Ya sudah, biar besok Mama datang ke sekolah
kamu untuk membicarakan hal itu kepada kepala sekolah!”
“Bukan,
Mam. Bukan satu kelas, tapi beberapa teman Lita.”
Mama mendekati anak
perempuannya itu dan membelai rambut Lita dengan lembut. “Sayang, kamu tidak
boleh seperti itu, Nak. Masa karena ejekan dari beberapa temanmu saja, kamu
langsung memutuskan untuk operasi! Seharusnya kamu
bersyukur. Kamu
mempunyai ciri khas!”
“Tapi kenapa harus di hidung sih, Mam? Kan bisa di
bagian yang tertutup oleh baju.”
Lita menghela
napas dan meninggalkan Mamanya yang masih sibuk menyiapkan sarapan pagi menuju kamarnya
ooOoo
.
Keputusan Lita sudah bulat.
Ia tetap memilih untuk menghilangkan tompel di hidungnya, tidak perduli apakah
keputusan yang diambil adalah salah atau tidak, pokoknya ia tetap bersikeras
akan keputusannya.
Sesampainya di rumah sakit,
ia bertemu dengan dokter spesialis. Perbincangan antara Lita dan dokter itupun
terjadi.
Lampu dinyalakan. Dokter
spesialis itu sudah siap dengan alat-alat yang di tangannya.
Jantung Lita berdegup lebih
kencang. Begitu kencangnya hingga sampai terdengar di telinganya.
“Apa kamu yakin dan siap
dengan operasi ini, Lita?” tanya dokter itu.
“Saya siap, Dok!”
Hampir satu jam operasi
berlangsung.
“Selamat, Lita, operasinya
berhasil!” ucap Dokter Prapto sambil menjabat tangan Lita.
“Apa ini saya, Dok?” tanya Lita
melihat wajahnya di depan cermin.
Dokter itu tersenyum dan
mengangguk. “Itu kamu, Lita!”
Lita masih memandangi
wajahnya di cermin. Ia terperangah tidak percaya melihat perubahan yang terjadi
di hidungnya. Dengan senang, akhirnya ia memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, bukan
pelukan hangat yang didapat. Bahkan, mamanya tidak mengenali wajah anaknya itu
dan langsung mengusirnya. Lita mengusap air matanya sambil melangkah ke luar.
Dengan perasaan sedih, Lita
berjalan menemui Rika dan teman-teman yang lain berharap mendapat pengakuan
dari sahabat dan temanya. Tapi percuma, mereka juga tidak mengenali Lita.
“Ada apa dengan kalian?
Mengapa kalian tidak percaya bahwa aku adalah Lita!” isaknya.
Sebuah penyesalan tersirat
di wajahnya. Lita menundukkan wajahnya sambil menangis. Nasi telah menjadi
bubur. Itu yang saat ini di alaminya.
Lita mengangkat kepalanya.
Dilihatnya seorang cowok berada tepat di depannya, memperhatikan dirinya
menangis.
“Ricky?”
Ricky menatap Lita lekat dan
mengusap air matanya dengan sapu tangan.
“Sudahlah jangan menangis.
Percuma saja menyesali kejadian ini,” jawabnya.
“Mama, sahabat dan
teman-teman pun sudah tidak mengenaliku lagi. Itu hal yang terberat yang saat
ini gue alami. Gue memang salah, tapi tolong, jangan membuat gue semakin
terpuruk,” isak Lita, “Apalagi lo selalu mengejek gue di kelas!” Ricky terdiam.
“Maaf, kalau selama ini
ejekan aku selalu bikin kamu sedih. Tapi itulah caraku untuk mendekatimu.
Karena aku suka kamu, Lita. Aku.., aku menyukai Lita dengan tompelnya,”
jawabnya.
“Jadi, kamu menyukaiku?”
tanya Lita.
“Iya.”
“Maaf aku telah mengecewakan
kalian semua. Maafkan aku,” sesalnya.
Lita memandang Ricky. Namun
lama-kelamaan ia menghilang tanpa jejak
Lita berlari mencari Ricky.
Tapi sia-sia. Ricky telah menghilang.
“Andai waktu bisa terulang
kembali. Seharusnya aku lebih bersyukur kepadaMu.”
ooOoo
“Lita, cepat bangun, Nak. Sudah jam setengah
tujuh. Nanti kamu telah sekolah.” ucap Mamanya.
Lita membuka matanya.
Pantulan sinar matahari yang masuk melalui jendela kamarnya membuat
penglihatannya silau.
“Kamu kenapa sih, sayang.
Sewaktu Mama mau membangunkan kamu, kamu malah teriak-teriak. Memangnya kamu
mimpi apa, Nak?” heran Mama.
Lita terdiam seperti
mengingat sesuatu. Ia berdiri di depan cermin dengan mengamati sebuah tompel di hidungnya.
Gadis itu menghela napas
lega. “Syukurlah hanya mimpi!” Lita mendekati Mamanya. “Maafin, Lita ya, Mam.” Lita
memeluk Mamanya dengan erat dan manja. “Lita, sudah bersikeras untuk menghilangkan
tompel ini. Ternyata Tuhan mengingatkan Lita lewat mimpi bahwa Mama dan yang
lainnya tetap sayang sama Lita meski dengan adanya tompel ini!”
Mamanya tersenyum dan bangga
mendengar keputusan Lita, anaknya.
“Ya sudah. Kamu tidak mandi.
Nanti terlambat ke sekolah.”
ooOoo
Sesampainya
di Sekolah,
“RIKAAAA,”
teriak Lita.
“Biasa aja
kaleee!” jawab Rika sambil tersenyum.
“Yuk, masuk
kelas. Sebentar lagi jam masuk,” ajak Lita.
“Tumben si
Tompelita datangnya lama. Biasanya dia yang buka pagar sekolah,” ejek Ricky.
Lita
tersenyum dan memandangnya lekat.
“Biar tompel
yang penting kamu suka kan? Jujur deh, makanya setiap hari kamu mengejek aku,” ucap
Lita yang membuat Ricky terkejut.
Ricky langsung
terdiam. Tidak berani menatap wajah Lita. Wajahnya berubah menjadi merah dan
cepat-cepat Ia memalingkan pandangannya dan meninggalkan Lita dan Rika yang
sedang tersenyum.
“Lita, pede banget sih kamu kalau Ricky suka
sama kamu,” tanya Rika, “Hmm, tapi iya juga sih kalau dia suka sama kamu. Kenapa
aku enggak kepikiran ke sana ya, kalau selama ini Ricky selalu menanyakan
tentang kamu!”
Lita
terbelalak tidak percaya mendengar ucapan Rika, sahabatnya.
“Gara-gara
tompel, aku belajar bersyukur. Gara-gara tompel juga ternyata Ricky
menyukaiku,” Lita tersenyum geli. “Ternyata ini semua gara-gara tompel.
Tompelita.”
OoOoo
catatan : Cerpen ini dibuat untuk syarat mengikuti kelas KF Reguler. Semoga terpilih. Amin.